Look me in the eyes. What do you see? Do you see anything? Nothing. There's nothing. There's nothing.
RottenTomatoes: 94% | IMDb: 8,3/10 | Metascore: 76/100 | NikenBicaraFilm: 4/5
Rated: R
Genre: Drama
Directed by Thomas Vinterberg ; Produced by Morten Kaufmann, Sisse Graum Jørgensen, Thomas Vinterberg ; Written by Tobias Lindholm, Thomas Vinterberg ; Starring Mads Mikkelsen, Alexandra Rapaport, Thomas Bo Larsen, Annika Wedderkopp ; Music by Nikolaj Egelund ; Cinematography Charlotte Bruus Christensen ; Edited by Anne Østerud, Janus Billeskov Jansen ; Production company Zentropa ; Distributed by Nordisk Film ; Release dates 20 May 2012 (Cannes), 10 January 2013 (Denmark) ; Running time 115 minutes ; Country Denmark ; Language Danish, English ; Budget $3.45 million
Story / Cerita / Sinopsis :
Hari - hari Lucas (Mads Mikkelsen) yang damai, seorang guru TK, berubah ketika salah satu murid TK-nya yang juga putri sahabatnya mengatakan kebohongan kecil bahwa dirinya telah mengalami pelecehan seksual dari Lucas.
Review / Resensi :
Okay, sebelumnya saya mau bilang kalau saya belum pernah nonton film - film Mads Mikkelsen. Sejauh ini saya cuma familiar melihat mukanya di promo film seri Hannibal di AXN (saya sendiri nggak pernah nonton film seri itu), dan meyakini bahwa muka Mads Mikkelsen adalah tipikal muka psycho yang dingin dan sadis. Mads Mikkelsen adalah aktor yang kayaknya mukanya emang ditakdirkan untuk jadi villain alias orang-orang jahat. Lantas, saya kemudian mengagumi kemampuan akting Mads Mikkelsen yang berbeda 180 derajat di film Denmark ini. Rupanya dia bisa juga main jadi nice guy yang kasihan.
Mads Mikkelsen berperan sebagai Lucas, guru cowok TK yang ramah (jarang kan ada guru TK bapak-bapak model begini?), yang kemudian tersudutkan setelah sebuah kebohongan kecil yang dikatakan salah satu murid TK-nya, Klara (Annika Wedderkopp) - yang pada intinya menimbulkan fitnah bahwa Lucas telah melakukan semacam pelecehan seksual kepada Klara. Tanpa si kecil Klara menyadari akibatnya, fitnah ini kemudian menghancurkan kehidupan Lucas yang semula tenang. Lebih buruknya lagi, tidak hanya sahabat-sahabatnya yang semudah itu memvonisnya "biadab", namun seluruh kota menghakiminya dengan semena-mena. The Hunt adalah sebuah film yang menunjukkan bahwa hukum polisi sangat lemah dibandingkan hukum sosial yang sesungguhnya hanya didasarkan pada dugaan ngawur belaka. And yes man, we tend to easily judge other people, so we can feel good about ourselves. Bahasa Indonesianya: "Oh ada yang lebih parah dari saya ternyata...." - dan kita lega. Padahal belum tentu itu orang lebih parah atau enggak dari kita.
Konflik The Hunt yang dinominasikan di Best Foreign Film pada piala Oscar tahun 2014 boleh dikatakan sangat sempit untuk sebuah film berdurasi hampir 2 jam. Thomas Vinterberg memang menyajikan The Hunt sebagai sebuah film yang bergerak sedikit pelan dan lambat (tipikal film kelas festival yang buat kebanyakan penonton adalah obat tidur). Pengembangan ceritanya dieksplor berdasarkan konflik ini semata, mulai dari bagaimana kebohongan itu bisa terjadi (yang ternyata si kecil Klara naksir sama Lucas - lha iya saya kalo punya guru TK charming begini juga bakal naksir), hingga bagaimana fitnah sesat ini kemudian menimbulkan dampak yang begitu menyedihkan bagi kehidupan Lucas. Cerita bergerak tidak jauh dari situ, dengan sedikit pengembangan subplot di pertengahan cerita tentang Marcus, anak Lucas yang membela bapaknya mati-matian (adegan ini menyedihkan lho). Pergerakan yang lambat ini menjadi strategi efektif sehingga konflik yang dihadirkan The Hunt bisa disampaikan dengan realistis dan masuk akal. Unsur realistis inilah yang kemudian dengan baik membentuk adegan demi adegan yang menyayat hati, ketika Lucas harus menerima perlakuan kejam dari orang - orang di sekitarnya - lewat adegan yang sebenarnya tidak banyak. Thomas Vinterberg dengan baik mampu mengikat penonton untuk merasa emosional, karena kita tahu bahwa Lucas tidak salah apa-apa.
Jelas, kekuatan The Hunt tidak hanya berasal dari sang sutradara Thomas Vinterberg yang berhasil menjadikan The Hunt sebagai sebuah film yang mengiris hati, tapi juga berasal dari performa Mads Mikkelsen yang luar biasa sebagai karakter utama. Sungguh, doi ternyata aktor watak yang berbakat - dan saya harus menarik kembali pernyataan bahwa mukanya ditakdirkan jadi orang jahat, karena ternyata di The Hunt ia bisa banget menjadi protagonis yang patut untuk dikasihani. Emosinya dalam memerankan Lucas begitu hebat, sorot mata kesedihan dan ketabahan itu, seperti menyeret kita kepada perasaannya yang kacau. Klimaksnya tentu saja ada pada adegan di gereja yang bagi saya merupakan adegan paling emosional. Lihat saja sorot mata Mads Mikkelsen di situ -yang saya pilih untuk ditampilkan di atas : ada ekspresi sedih, putus asa dan marah yang bercampur menjadi satu. Selain Mads Mikkelsen, si kecil Annika Wedderkopp juga mencuri perhatian sebagai Klara, yang biarpun masih kecil dan bertampang imut tapi harus diakui dialah penyebab masalahnya.... And we have no right to mad at her, because she is just a little girl! But doesn't that make her a perfect evil?
Pada akhirnya, walaupun The Hunt adalah sebuah film yang begitu menyayat hati, tapi bukan berarti saya tidak menginginkan lebih. Saya jadi bertanya-tanya apakah jika naskah The Hunt dibikin sedikit misterius, dengan misalkan kita dibuat menebak-nebak apakah Lucas benar-benar bersalah atau tidak - alih-alih menjadikannya sangat jelas bahwa Lucas tidak bersalah, kita akan bisa lebih tertarik untuk mengikutinya hingga akhir. Karena boleh dibilang, akhir film The Hunt sedikit menyenangkan banyak orang dan tidak ada kejutan yang berarti di akhir film. Walaupun saya ga tahu apa iya saya puas jika ending The Hunt berbeda dari ini.
Overview :
Lewat The Hunt, Thomas Vinterberg akan mengajakmu untuk merasa begitu emosional. Sebuah konflik yang sederhana dieksplorasi sedemikian rupa, hingga membuat kita bisa menyadari bahwa prasangka seenaknya sendiri mengantarkan konsekuensi - konsekuensi yang menyakitkan bagi orang yang (bisa jadi) tidak bersalah. Kekuatan The Hunt juga jelas ada pada Mads Mikkelsen yang bermain dengan sangat brilian (dan bisa bikin trenyuh sekaligus jatuh simpati). Tak heran Mads Mikkelsen memenangkan Best Actor pada Cannes Film Festival tahun 2012.